Kediri, rakyatindonesia.com – Proses pengisian perangkat desa di Desa Tiru Lor, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, diduga kuat sarat praktik kecurangan dan jual beli jabatan. Dugaan tersebut mencuat setelah munculnya laporan dari masyarakat yang menyebutkan adanya permintaan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah kepada calon perangkat desa yang hendak mengisi tiga posisi jabatan, yakni Kepala Seksi Kesejahteraan, Kepala Dusun Sentul Timur, dan Kepala Dusun Sentul Barat.
Informasi yang berhasil dihimpun, proses pengisian perangkat desa tersebut dilaksanakan secara formal melalui tahapan seleksi administratif dan ujian tulis. Namun, dari keterangan beberapa narasumber yang tidak ingin disebutkan identitasnya, terungkap bahwa calon perangkat desa diminta untuk menyetor sejumlah uang dengan nominal bervariasi agar dapat diloloskan dan dilantik dalam jabatan yang mereka tuju.
“Kalau tidak setor, jangan harap bisa diloloskan. Padahal dari nilai tes, beberapa peserta yang tidak bayar justru memiliki nilai lebih tinggi, tapi tetap tidak lolos,” ujar salah satu sumber yang mengetahui proses tersebut.
Besaran setoran yang diminta pun bervariasi tergantung posisi jabatan. Untuk posisi Kepala Dusun, nominal yang disebut-sebut mencapai puluhan juta rupiah, sementara untuk Kepala Seksi Kesejahteraan, jumlahnya bahkan bisa mencapai lebih dari seratus juta rupiah. Praktik semacam ini jelas menciderai asas keadilan dan meritokrasi dalam sistem pemerintahan desa.
Selain itu, dugaan praktik jual beli jabatan ini juga memperkuat indikasi adanya keterlibatan oknum-oknum tertentu dari panitia seleksi hingga pihak desa yang memfasilitasi transaksi tersebut. Beberapa warga mengaku kecewa dan merasa tertipu atas proses yang semestinya berlangsung jujur dan transparan.
“Ujian itu hanya formalitas saja. Semua sudah diatur siapa yang akan duduk di kursi jabatan. Warga cuma bisa pasrah, karena kalau melawan takut ada tekanan,” ujar salah satu warga Desa Tiru Lor.
Jika dugaan ini terbukti, maka tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, khususnya dalam bentuk gratifikasi dan suap yang melanggar hukum. Berdasarkan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa:
“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan nilai Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi bukan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.”
Selain itu, Pasal 5 ayat (1) UU yang sama juga menyatakan:
“Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 dan paling banyak Rp250.000.000,00.”
Kasus semacam ini juga melanggar asas tata kelola pemerintahan desa yang baik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyatakan bahwa pengangkatan perangkat desa harus berdasarkan kompetensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kecamatan Gurah maupun Pemerintah Kabupaten Kediri belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan jual beli jabatan perangkat desa di Desa Tiru Lor. Masyarakat berharap agar aparat penegak hukum segera turun tangan menyelidiki kasus ini demi menegakkan keadilan dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan desa.
Pemerhati kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan pun menilai bahwa kasus ini harus menjadi perhatian serius, mengingat dampaknya tidak hanya merusak sistem rekrutmen perangkat desa, tetapi juga berpotensi menimbulkan korupsi dalam pelayanan publik di tingkat desa. Desakan agar dilakukan audit investigasi serta pemanggilan pihak-pihak terkait pun mengemuka dari berbagai elemen masyarakat sipil di Kediri.
Apabila aparat penegak hukum dapat membuktikan adanya praktik jual beli jabatan ini, maka selain pelaku, oknum fasilitator dari panitia maupun pejabat desa yang terlibat juga harus diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Masyarakat berharap kasus ini tidak berhenti hanya pada isu, namun benar-benar diusut tuntas agar tidak menjadi preseden buruk dalam pengisian perangkat desa di wilayah lain.
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram