Kediri, rakyatindonesia.com - Tidak ada yang aneh jika seorang ayah berjuang mati-matian demi masa depan anaknya. Sebab sejak awal, itulah naluri paling dasar seorang ayah: memastikan bahwa anaknya mendapatkan kehidupan yang lebih baik darinya. Dari pendidikan hingga pekerjaan, semua akan diupayakan dengan sepenuh hati.
Sebagai kepala keluarga, seorang ayah tentu ingin melihat anaknya mengenyam pendidikan yang layak, bersekolah di tempat terbaik, hingga memiliki pekerjaan yang mapan. Bahkan jika perlu, jalan yang belum ada pun akan dirintis agar sang anak tak perlu bersusah payah menapaki kehidupan seperti dirinya dulu.
Kalau ada ayah yang rela habis-habisan demi anaknya masuk sekolah favorit, itu bukan soal pamer. Itu tentang tanggung jawab. Apalagi jika didukung oleh kondisi ekonomi yang mencukupi, tentu pengorbanannya akan jauh lebih maksimal.
Tapi bagaimana jika tidak semua anak bisa mendapat perlakuan serupa dari ayah mereka? Wajar. Karena tidak semua ayah punya kesempatan yang sama. Namun, jangan jadikan itu alasan untuk menyindir atau mencibir ayah orang lain. Beda ayah, beda perjuangan. Dan bukan tempatnya kita menghakimi pilihan atau cara mereka dalam mencintai anak.
Memang, ada anak yang dapat masuk kampus ternama dengan bantuan ayahnya. Ada juga yang lulus dan langsung mendapat pekerjaan mentereng berkat jejaring keluarga. Namun, apakah itu salah? Jika kesempatan ada, mengapa tidak digunakan?
Tak sedikit ayah yang mendukung penuh usaha anaknya. Bahkan sampai turun tangan langsung: dari modal usaha, jaringan pelanggan, hingga promosi. Kalau dagangan anaknya laris karena nama sang ayah sudah dikenal publik, ya itu namanya berkah relasi, bukan manipulasi.
Lain cerita jika si anak memilih jalur karier sebagai abdi negara. Ayah yang memiliki pengaruh atau relasi tentu ingin mempermudah prosesnya. Gaji tetap, jaminan masa tua, hingga status sosial menjadi alasan kuat. Lagi-lagi, itu bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan.
Karena ketika menyangkut masa depan anak, seorang ayah akan berusaha menembus batas. Aturan pun bisa dicoba ditafsir ulang jika perlu, selama hasil akhirnya bisa memberi masa depan yang cerah bagi anaknya. Apakah ini salah? Tentu tidak, jika dilakukan demi kebaikan dan bukan menjatuhkan hak orang lain.
Namun yang patut dicatat, anak-anak yang mendapat fasilitas dan dukungan seperti ini juga wajib tahu diri. Jangan merasa paling benar, apalagi sok bijak menasihati banyak orang. Karena keberhasilan mereka pun berdiri di atas pengorbanan besar dari sosok yang bernama "ayah".
Nikmati saja jalan hidup yang sudah dirintis. Syukuri, bukan sombong. Karena tidak semua orang punya ayah yang bisa membuka jalan selebar itu. Dan ingat, kadang diam dan rendah hati lebih berharga daripada seribu kata nasihat yang tak diminta.(red.al)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram