Saturday, April 26, 2025

Dari Istanbul ke Kediri: Menyulam Warisan Budaya dan Ekonomi dalam Ruang Publik yang Hidup

Dari Istanbul ke Kediri: Menyulam Warisan Budaya dan Ekonomi dalam Ruang Publik yang Hidup

  


Kediri, rakyatindonesia.com  – Lorong-lorong batu dengan lengkungan klasik, deretan kios yang menjajakan rempah, perhiasan, dan kain eksotis—itulah wajah Grand Bazaar di Istanbul, Turki, salah satu pasar tertua dan terbesar di dunia. Didirikan pada tahun 1461 oleh Sultan Mehmed II, Grand Bazaar bukan sekadar pusat perdagangan, melainkan juga lambang kejayaan budaya dan ekonomi Kesultanan Utsmaniyah.

Terletak strategis di jantung kota, dekat pusat pemerintahan dan masjid agung, pasar ini menjadi titik temu antara kepentingan ekonomi, kekuasaan, dan nilai-nilai spiritual. Selama berabad-abad, Grand Bazaar menjadi ruang yang mempersatukan pedagang dari berbagai benua dan memperlihatkan bagaimana ruang publik dapat berfungsi sebagai simpul sosial dan budaya.

Menariknya, semangat serupa kini hadir dalam nuansa yang berbeda di Kota Kediri, Jawa Timur. Melalui sebuah festival budaya bertajuk Kediri Kuno Kini, pemerintah daerah dan masyarakat berupaya menghidupkan kembali denyut kultural dan ekonomi lokal melalui gelaran kreatif yang akan berlangsung di Simpang Lima Gumul pada Mei mendatang.

Festival ini menghadirkan suasana nostalgia lewat aneka permainan tradisional seperti egrang, congklak, engklek, hingga gasing. Tak sekadar hiburan, permainan ini membawa masyarakat pada kenangan masa kecil dan mengingatkan pada nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang menjadi fondasi sosial.

Sementara itu, ratusan pelaku UMKM dari berbagai bidang akan meramaikan bazar rakyat yang menjadi jantung kegiatan ekonomi dalam acara tersebut. Di sini, produk lokal tak hanya dipajang untuk dijual, melainkan juga dipresentasikan sebagai bagian dari narasi budaya—dari siapa pembuatnya, bagaimana proses kreatifnya, hingga makna yang terkandung dalam setiap karyanya.

Jika Grand Bazaar menyatukan perdagangan dan budaya dalam struktur arsitektur yang megah, maka Kediri Kuno Kini menyulam kekayaan itu dalam festival terbuka yang inklusif. Ruang yang diciptakan bukan sekadar wadah jual beli, tetapi juga ekosistem tempat nilai sosial, budaya, dan ekonomi bertemu dalam satu frekuensi.

Keduanya menunjukkan bahwa kekuatan suatu peradaban terletak pada bagaimana masyarakatnya memelihara interaksi—baik dalam bentuk transaksi dagang, pertukaran gagasan, maupun pelestarian nilai-nilai leluhur. Pasar, dalam bentuk apa pun, adalah cermin kehidupan sebuah kota: ramai, hangat, penuh warna, dan tak pernah kehilangan cerita.

Dari Grand Bazaar yang bertahan lebih dari lima abad, hingga Kediri Kuno Kini yang sedang tumbuh sebagai ikon baru budaya lokal, satu pesan mengalir deras: ketika budaya dan ekonomi disatukan dalam ruang publik yang terbuka, maka yang tercipta bukan hanya transaksi, tetapi peradaban.(red.al)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2020 Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA | All Right Reserved