Bandung, rakyatindonesia.com - Sebuah video berdurasi satu menit beredar di media perpesanan. Dalam video tersebut, turut muncul narasi "Usaha Ternak Tak Berizin di tengah Permukiman Mencemari Sungai, Lokasi: Cisaranten Kulon Arcamanik".
Terlihat video tersebut memperlihatkan kandang-kandang sapi dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang pembuangannya mengarah ke Sungai Cisaranten. "Ieu pembuangan, ieu penangkaran, ieu pembuangan ka walungan (ini pembuangan, ini penangkaran air, ini pembuangan air ke sungai)," kata seorang pria diduga perekam, beberapa detik di akhir video.
Narasi video tersebut juga disertai dengan pesan singkat yang disebarkan. "Peternakan Sapi Ilegal di Kecamatan Juara Arcamanik mencemari sungai dengan kotoran sapi yang mengandung bakteri Salmonella sp dimana bakteri pada urine & kotoran sapi dapat menyebabkan mignihitis ,gangguan pernapasan,...dll. Lokasi kandang sapi ilegal tersebut...Jln permata taman sari Xll cisaranteun kulon berbatanan dgn jln olah raga arcamanik," tulis pesan broadcast tersebut
Diketahui, lokasi peternakan yang dimaksud adalah usaha penggemukan sapi Haryanto di Jalan Permata Taman Sari XII, Arcamanik, Kota Bandung.
Dalam percakapan dengan warga sekitar Jalan Permata Taman Sari XII, tiga warga mengaku mengetahui pabrik tahu sekaligus usaha penggemukan sapi (yang sering disebut warga sebagai usaha peternakan sapi). Namun, ketiganya tak tahu kebenaran narasi video itu.
"Ini pabriknya, tapi nggak tahu (apakah ilegal). Tapi nggak, biasa saja (tidak mencemari)," kata salah seorang warga yang tinggal berjarak beberapa rumah dari usaha tersebut. Ia pun meminta agar konfirmasi langsung dilakukan pada Ketua RT setempat.
Saat dikonfirmasi Ketua RT 01 RW 11, Agung, membenarkan adanya laporan dari video tersebut. Namun, ia menjelaskan bahwa permasalahan bukanlah aduan dari warganya, melainkan hanya dari satu pihak warga RT/RW lain.
"Jadi betul, ada laporan tersebut. Tapi kalau beritanya itu warga RT 01 RW 11 yang keberatan, saya nyatakan tidak benar. Pelapor atas nama Bapak IS, bukan warga sini dan warga RW 10. Ini bisa diperkuat dengan data," kata Agung sambil menunjukkan buku catatan dan satu map berisi fotokopi dokumen-dokumen pendukung.
Sambil menjelaskan runtut beserta tanggal kejadian dan bukti pendukung, Agung menunjukkan dua lembar Surat Pernyataan Persetujuan Tetangga. Isinya, sebanyak 44 KK warga sekeliling tempat usaha tersebut, telah menandatangani pernyataan tak merasa terganggu, tercemari, atau keberatan dengan keberadaan usaha penggemukan sapi itu.
Agung menjelaskan, tak pernah ada satupun warganya yang komplain. Usaha tersebut dimiliki oleh Bambang Haryanto, warga RT 01 RW 11 Jalan Permata Taman Sari XII. Bambang saat ini menempati rumahnya di RW 10 Jalan Gulat, yang jaraknya terpisah sungai dengan lokasi usaha miliknya. Diketahui, rumah Bambang tak jauh dari rumah IS, yang diduga sebagai pelapor.
"Pada tanggal 19 November 2023, IS mendatangi pabrik pukul 5.30 pagi. Pemilik pabrik (Bambang) mengadukan 16.06 sore harinya, diperkirakan ada 19-20 orang yang datang dan itu bukan warga sekitar sini. Diduga ormas yang datang ke pabrik itu, tapi kami tidak bisa memastikan itu ormas apa. Mereka tanpa izin RT/RW mengambil dokumentasi lalu pemilik ini melaporkan pada kami," ucapnya.
"Setelah kami cari informasi bahwa dia (IS) ternyata pendiri salah satu perusahaan bodyguard yang sekarang diduga ormas ya. Pemilik usaha (Bambang) saya mintai keterangan, akhirnya tiga hari kemudian saya berusaha bertemu Pak IS untuk cari informasi. Maksud tujuannya sesuai dengan tugas kita supaya di lingkungan RW ini tidak ada permasalahan yang timbul, karena ada perselisihan antara pengusaha tahu dengan ini (IS)," lanjutnya.
Dalam mediasi tersebut, tidak didapatkan titik temunya. Saat itu, IS dikatakan tetap bersikukuh merasa terganggu dengan bisnis yang dimiliki Bambang, sebab rumahnya yang terletak tak jauh dari tepi sungai, terasa ada bau pesing.
Keluhan ini dikatakan Agung, tak pernah diterimanya dari warga sekitar. Hanya IS yang mengungkit komplain tersebut pada Bambang, sejak akhir tahun 2023 lalu.
"Saya sebagai RT datang kesana harapannya kita mau memediasi untuk mencari jalan keluar. Tugas kita sebatas itu. Tapi belum ada solusi, akhirnya ada surat DLH, akan ada Verifikasi Lapangan Pengaduan Pencemaran. Itu berupa diskusi, ada anggota DPRD Komisi C, DLH, Kewilayahan, Polsek, pada tanggal 10 Januari 2024. Hasilnya baru sebatas harus menunggu penelusuran," ujar Agung.
Ia cukup menyayangkan adanya narasi bahwa usaha tersebut dianggap merugikan warganya. Sebab nyatanya, 50% pekerja di pabrik tahu dan penggemukan sapi berasal dari warga RT 01.
Agung pun kemudian mempersilahkan Bambang tetap membuka pabriknya, sebelum jelas muncul SK penutupan dari Pemkot Bandung jika memang akan ditutup sementara untuk penyelidikan.
Ia berharap, kasus ini bisa segera selesai dan IS tak lagi mempermasalahkan persoalan individu yang berbuntut panjang tersebut.
"Tentunya kita semuanya harus menghargai tim dan proses, kita tunggu hasilnya. Kami sarankan pada pak Bambang selama belum ada keputusan, eksekusi, atau ada SK dilanjutkan atau ditutup, kami persilahkan dilanjutkan aktivitasnya. Catatannya, mengikuti saran dan masukan dari yang berwenang, arahan dari DLH," kata Agung.
"Harapan kami supaya kondusif tidak berlanjut. Karena saya lihat ini masalah perorangan, orang perorangan, tidak ada perorangan dengan warga, tapi kok jadi melebar itu. Saya khawatir terjadi benturan juga dengan pekerja yang dipekerjakan. Kalau ada masalah, gunakan cara yang sesuai dan tidak main hakim sendiri. Ini kan bisa membuat resah warga," lanjutnya.
Pemilik Ikut Angkat Bicara
Bambang Haryanto mengaku terkejut mengetahui usahanya sejak 20 tahun yang lalu, dituduh ilegal dan mencemari lingkungan. Bambang memang memiliki usaha penggemukan Sapi Haryanto dan pabrik tahu Anugrah Rizky.
Permasalahan ini menurut Bambang, mulanya dikeluhkan oleh IS, sejak tahun 2017-2019. IS diduga kerap komplain aroma sungai yang pesing, terasa hingga ke rumah IS dekat tepi sungai.
"Saya pikir tahun itu masalah sudah clear. Saya kaget, kok minggu lalu ada laporan kunjungan (DLH) tapi ramai sekali," ceritanya.
Dalam kunjungan tersebut, akhirnya memediasi kedua belah pihak. Ia mengatakan, dari pihak kedinasan terkait menganggap usaha tersebut tak mencemari lingkungan.
"Dikatakan oleh DLH ini bukan limbah kimia sehingga aman, IPAL saya juga sudah dilengkapi blower. Saya juga pakai serbuk gergaji untuk mengurangi bau kotoran sapi. Bahkan saya mengolah kotoran sapi ini tidak di sini, tapi di tanah saya di Sindanglaya, supaya letaknya jauh dan tidak mengganggu," ucap Bambang.
"Usaha ini juga merupakan binaan DKPP. Petugas bilang, selama warga komplek tidak masalah, usaha ini bisa berjalan. Soal izin pun saya sudah urus. Lalu hari itu (saat mediasi) saya diberikan beberapa rekomendasi untuk menyempurnakan olahan limbah tersebut dari Citarum Harum," tambahnya.
Respons Pemkot Bandung
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Kota Bandung menanggapi adanya dugaan peternakan sapi yang mencemari lingkungan. Diketahui lokasi peternakan yang dimaksud adalah usaha penggemukan Sapi Haryanto di Jalan Permata Taman Sari XII, Arcamanik, Kota Bandung.
Bahkan turut beredar surat rekomendasi dari DKPP Kota Bandung pada tahun 2017, bahwa usaha penggemukan sapi tersebut belum melengkapi dokumen-dokumen upaya pengelolaan lingkungan.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Wilsandi Saefuloh menjelaskan bahwa pascaudiensi pihaknya telah memastikan kondisi hewan ternak milik Bambang tersebut.
"DKPP hanya melihat dan menjaga kesehatan hewannya. Izinnya ada pada Permentan nomor 12 tahun 2020. Kami hanya bisa memberikan antisipasi jangan ada penularan penyakit. Jadi kita sudah lakukan vaksin dan treatment khusus," kata Wilsandi
Tapi ia mengaku pihaknya tak bisa memastikan soal pencemaran lingkungan maupun izin yang dipermasalahkan. Surat keterangan DKPP pada tahun 2017, kata Wilsandi, hanya sebatas memberikan edukasi dan rekomendasi.
"Minggu lalu kami kesana kondisi ternak semua sehat dan kita hanya sosialisasi kewaspadaan," tambahnya singkat.
Sementara itu terkait perizinan, Analis Kebijakan Ahli Muda, Didin Jadidin menjelaskan pihaknya masih memerlukan waktu untuk pengecekan data usaha tersebut.
"Usaha peternakan terakomodir dalam sistem OSS RDA atau perizinan berbasis resiko. Kemudian usaha yang berkaitan dengan izin OSS adalah peternakan, pembibitan, dan budidaya sapi potong. Kalau penggemukan sapi, istilah ini setara pembudidayaan. Kami butuh waktu dan belum bisa memastikan terkait perizinannya," kata Didin.
Ia menjelaskan bahwa ada beberapa tingkatan resiko dalam usaha. Sebagian memang terdata oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bandung. Namun pada usaha resiko rendah terdata oleh Kementerian Investasi.
"Nah pada usaha tingkatan resiko rendah dan menengah atau menengah rendah, diurus oleh Kementerian Investasi dan hanya membutuhkan NIB (Nomor Induk Berusaha) berupa sertifikat standar dari pelaku usaha," lanjutnya.(red.w)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram