Majalengka - Belanda adalah salah satu negara terlama yang menjajah Indonesia. Selama menjajah Indonesia, Belanda juga mendirikan sistem pemerintahan di Tanah Air.
Perekonomian Majalengka di masa pemerintahan Belanda terbilang cukup cerah. Gula dan genting adalah aktor penggerak utama ekonomi masyarakat pada masa pemerintahan Belanda. Adapun titik sentral perekonomian Majalengka pada masa itu berada di wilayah Majalengka bagian Barat.
"Pusat industrinya di jalur Kadipaten-Cirebon. Di situ banyak pabrik gula, pabrik genting. Nah di sana pusat-pusat perekonomian Belanda," kata penikmat sejarah sekaligus Ketua Gruop Madjalengka Baheula (Grumala) Nana Rohmana.
"Sampai sekarang Majalengka dikenal kota pensiun yah. Karena Majalengka dipusatkan sebagai kota administratif, kota sekolah atau pelajar, dulu jaman Belanda. Jadi jaman Belanda tuh, wilayah utaranya pabrik gula, tengah pendidikan, selatan pertanian atau perkebunan. Dari dulu sampai sekarang selatan mah sama perkebunan, teh, kopi, sayuran kayak gitu," jelas dia menambahkan.
Dipilihnya gula sebagai pondasi utama perekonomian masyarakat karena sebagian besar wilayah Majalengka pada saat itu banyak kebun yang ditanami tebu. Dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada, masyarakat menganggap hal itu dapat menyelamatkan keuangan mereka.
Tak hanya masyarakat lokal, pengusaha Belanda juga ambil bagian dari bisnis tersebut. Namun pada sektor ini, Belanda hanya ambil bagian dalam mengelola kebun tebu.
"Dulu kebun tebu juga banyak di Majalengka. Makanya Belanda banyak bikin saluran irigasi tuh untuk kebun tebu. Mereka mengairi itu untuk tebu. Setahu saya kalau pabrik gula tuh punya swasta," ujar Naro sapaan akrab Nana Rohmana.
"Mereka (masyarakat lokal) menyewakan tanah-tanahnya kepada pengusaha Belanda untuk ditanami, tapi pengusaha Belanda ini disewakan lagi ke masyarakat. Ya nantinya hasil tamanan itu dijual ke pabrik gula. Ya banyak tangan lah bisnisnya itu," sambungnya.
Ketahanan pangan Majalengka pada saat itu memang cukup kuat. Bahkan penjualan gula Majalengka ter-ekspor hingga luar negeri.
"Penjualan gula Majalengka itu yang paling bagus diekspor ke luar negeri juga, otomatis konsumsi Hindia-Belanda juga. Saya denger (penjualannya) sampai luar negeri, ya sekitaran deket-deket seperti Malaysia, Singapura," ucap Naro.
Kejayaan perekonomian Majalengka pada zaman pemerintahan Belanda bisa dibuktikan dengan adanya jalur kereta api pengangkut tebu. Jalur tersebut membentang dari Kadipaten hingga Cirebon.
"Di kita juga ada jalur kereta. Tapi bukan untuk penumpang, untuk ngangkut tebu. 1901 baru ada kereta. Untuk jalur Majalengka-Cirebon. Karena sepanjang jalur itu banyak pabrik gula, bukan hanya Kadipaten sama Jatiwangi saja," katanya.
Namun, kata Naro, masa kejayaan pabrik gula di Majalengka berakhir setelah adanya krisis malaise. Imbas krisis itu, banyak pabrik gula di Majalengka gulung tikar.
"Terus yang namanya pabrik gula tuh dari tahun 1847-1930 bukan hanya pabrik gula Kadipaten dan Jatiwangi, tapi banyak. (Kenapa sampai 1930?) Ya intinya mah pada bangkrut, apalagi setelah 1930-an ada krisis malaise banyak pabrik gula yang bangkrut," ujar Naro.
Usai berakhir masa kejayaan pabrik gula, pemerintah Belanda kembali mencoba menyelamatkan perekonomian di Majalengka. Mereka mencoba membuka lembaran baru dengan merintis usaha industri genting sebagai alternatif pondasi ekonomi masyarakat.
"Kemudian bangkitnya industri genting juga tahun 1930. Yang lain bangkrut, ternyata pabrik genting mah bangkit di tahun 1930-an teh. Waktu itu Belanda mencari tanah mana yang paling bagus untuk pabrik genting. Akhirnya terpilihlah Jatiwangi, akhirnya yang lain pabrik gula, pabrik apa bangkrut. Genting mah malah menjadi industri yang bertambah pesat," papar Naro.
Adapun untuk pergerakan ekonomi masyarakat Majalengka berada di sungai Cimanuk. Sungai tersebut dijadikan jalur utama untuk penjualan hasil pengelolaan kebun warga.
"Awal-awal pergerakan ekonomi mah sungai Cimanuk. Kan irisan Cimanuk tuh yang ada di kita, Karangsambung, itu kegiatan ekonominya berbentuk penjualan kopi dan teh. Di simpan gudang-gudangnya tuh di samping sungai Cimanuk, Karangsambung. Kan dulu mah jalur lalu lintas tuh pakai Cimanuk. Otomatis untuk mendekatkan ke jalur lalu lintas, gudang gula di daerah situ," ujar Naro.
"Kiriman dari luar, Cirebon, Batavia ke situ jalannya. Karena mereka memilih jalur sungai tuh lebih cepat dan lebih aman. Karena kalau ngambil jalur pos wage mah kan resikonya perampokan, jalan juga nggak mulus," tambahnya. (red.w)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram