Tasikmalaya, rakyatindonesia.com - Keberadaan pasar tradisional telah menjadi salah satu simpul perekonomian masyarakat yang relatif tahan banting. Dikepung pasar modern, digempur perdagangan online bahkan dihempas resesi ekonomi sekalipun, denyut ekonomi pasar tradisional tetap hidup.
Masalah sarana prasarana, seperti lapak dagangan sekedar beratap terpal, lingkungan becek dan masalah khas lainnya, juga tak menjadikan pasar tradisional kehilangan konsumen. Pasar tradisional tetap berdiri tegak sebagai simbol ekonomi kerakyatan.
Di Kota Tasikmalaya sendiri ada satu pasar tradisional yang tergolong unik, namanya Pasar Rel yang berlokasi di Kelurahan Cilembang Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya. Berada di dekat sebuah mall, pasar tradisional yang terbilang kecil ini setiap hari beroperasi menjadi pusat kegiatan transaksi masyarakat sekitar.
Pasar ini sebenarnya merupakan jalan, namun sudah puluhan tahun dijadikan pasar. Keberadaan pasar ini sudah ada sejak puluhan tahun silam dan menjadi ladang usaha bagi sekitar 100-an pedagang. Pasar Rel juga tidak termasuk dari 10 pasar yang dikelola oleh pemerintah.
Yang membuatnya unik, mode transaksi di pasar ini mayoritas dilakukan dengan cara lantatur atau drive thru. Mayoritas pembeli tidak perlu turun dari sepeda motornya untuk berbelanja. Sehingga bagi sebagian masyarakat, Pasar Rel ini dikenal dengan sebutan Pasar Drive Thru.
"Iya enak belanja di sini, tidak perlu turun dari motor. Simpel," kata Atik (42) warga Jalan Tarumanagara Kota Tasikmalaya.
Dia mengaku sudah bertahun-tahun berbelanja di Pasar Rel ini sehingga sudah punya langganan. "Ya belanja kebutuhan sehari-hari saja, karena sudah punya pedagang langganan jadi sudah tak repot lagi," kata Atik.
Hanya saja Atik berharap jalan di Pasar Rel itu bisa segera diperbaiki sehingga tidak becek dan nyaman dilalui. "Kalau jalannya mulus pasti akan lebih nyaman lagi, mudah-mudahan bisa segera diperbaiki," kata Atik.
Fajar (34), salah seorang pedagang Pasar Rel mengakui, mayoritas konsumen yang belanja tidak turun dari sepeda motornya. "Iya kebanyakan pembeli tidak turun dari motor, jadi lebih mudah dan tidak harus bayar parkir," kata pedagang pindang tongkol itu.
Fajar mengaku, tidak khawatir pembeli yang tidak turun dari sepeda motornya itu kabur atau tidak membayar. "Tidak khawatir, selama ini tidak pernah kejadian. Jalannya sempit begini masak mau kabur," kata Fajar.
Jalan yang membelah Pasar Rel ini memang relatif kecil, tapi cukup untuk dilalui 3 atau 4 lajur sepeda motor. Meski bernama Pasar Rel namun di kawasan ini tidak ditemukan bentangan rel kereta api. Yang ada hanya pasarnya saja.
"Tidak tahu persis dimana relnya, tapi menurut cerita orang tua, di jalan ini rel membentang dari utara ke selatan," kata Ai Titin (44) salah seorang pedagang.
Titin mengatakan, jalur kereta api ini tujuan Tasikmalaya-Singaparna. "Saat saya masih kecil juga sudah tidak ada relnya, mungkin sudah lama sekali," kata Titin.
Namun demikian Titin mengatakan sejak dirinya kecil, pasar ini sudah
dikenal dengan sebutan Pasar Rel. "Kalau namanya dari zaman bapak saya jualan juga sudah disebut Pasar Rel," kata Titin.
Sementara itu Darsono (70), warga Jalan Stasiun Kota Tasikmalaya mengatakan jalur kereta Tasikmalaya-Singaparna sudah lama tak beroperasi. Bahkan dia yang tergolong sudah sepuh pun tak pernah melihat penampakan kereta api yang membelah Kota Tasikmalaya tersebut. "Teu kajamanan (tidak mengalami), zaman Belanda itu mah," kata Darsono.
Meski demikian dia mengaku pernah mengetahui keberadaan jalur bekas rel kereta api tersebut. "Dulu di depan masjid Agung Tasikmalaya itu ada rel, nyambung ke stasiun Tasikmalaya. Jadi dari stasiun ini lewat ke Jalan Rasamala, masuk ke Jalan Dokter Soekardjo terus ke Masjid Agung. Nah di sebelah selatan Masjid Agung juga ada stasiun kecil," kata Darsono.
Mengenai Pasar Rel, Darsono membenarkan, dulunya rel kereta api Tasikmalaya melalui Pasar Rel. "Dulunya itu pasar besar, kan jadi nama jalan, Jalan Pasar Wetan. Pasar terus melebar sampai ke area bekas rel, jadinya disebut Pasar Rel," kata Darsono.
Sementara itu dikutip dari situs komunitas pecinta kereta api Indonesia, jalur kereta api Tasikmalaya - Singaparna dibangun Belanda dan dibuka pada 1 Juni 1909 dan ditutup diawal dekade 1940-an oleh penjajah Jepang.
Jalur ini disebut dengan jalur lintas cabang, karena merupakan cabang dari jalur kereta api utama Selatan Jawa. Panjangnya sekitar 17 kilometer mulai dari stasiun Tasikmalaya sampai stasiun Cikiray Singaparna, yang kini menjadi lokasi Polsek Singaparna. (red.w)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram