Kediri, rakyatindonesia.id - Kegiatan penambang galian C di wilayah sungai brantas tepatnya Desa Jabon Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri, "diduga" tidak mengantongi ijin usaha pertambangan dan terus menerus melakukan kegiatan tambangnya.
Saat tim media melakukan investigasi di lokasi tersebut, terlihat dua alat mesin penyedot atau lazimnya disebut ponton, beroperasi mengeksploitasi sumber daya alam berupa pasir. Kondisi seperti ini pasti dapat menimbulkan efek negatif apabila aktivitas tambang terus menerus dilakukan.
Termasuk dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dikarenakan rusaknya ekosistem dan keseimbangan alam sungai brantas dan juga bisa berakibat bencana alam banjir. Tentu hal ini bisa menjadi ketakutan warga sekitar lokasi tambang.
Kemudian tim media mencoba menemui salah satu sopir truk, mengungkapkan bahwa, "Alhamdulillah mas pasir disini lumayan bagus, kalau harganya tergantung cekernya mas, ya antara Rp.650.000,00 sampai Rp. 750.000,00 per rit", ungkap sopir truk ketika ditemui tim media.
Artinya apabila aktivitas eksploitasi ini dilakukan terus-menerus, maka dapat dipastikan sangat besarnya kekayaan alam yang dicuri atau lolos begitu saja kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, hanya demi memperkaya dirinya sendiri tanpa memperdulikan besar kekayaan negara yang seharusnya bisa dikelola bersama-sama.
Masih belum diketahui siapa boss pemilik tambang pasir tersebut, namun yang menjadi pertanyaan, dimana aparat penegak hukum berada, karena para penambang ini jelas-jelas melakukan kegiatan melanggar hukum, menimbulkan kerugian bagi negara dan juga untuk kelestarian alam.
Bahkan papan aturan dan undang-undang yang mengatur bahwa tidak diperbolehkan/ dilarang untuk menambang dilokasi tersebut sudah terpasang sangat berdekatan dengan area tambang.
Kami mencurigai "diduga" adanya konsorsium dan konspirasi di balik berjalan lancarnya bisnis penambang ini, sehingga terkesan adanya pembiaran terhadap aksi tambang ilegal tersebut.
Sekedar diketahui, aturan yang jelas bisa dipergunakan untuk menjerat pemilik usaha galian adalah Undang-undang nomor 3 tahun 2020 atas perubahan undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Diperjelas pada pasal 158 yang berbunyi : “Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (Tim)
FOLLOW THE Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Rakyat-Indonesia.com | REFERENSI BERITA INDONESIA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram